top of page
  • bcorpindonesia

Kisah MYCL, Perusahaan Lokal Bersertifikat Internasional


Berdiri sejak tahun 2015 di Bandung, MYCL adalah biotech start up yang bergerak dalam bidang bio material. MYCL memproduksi raw material menyerupai kulit yang terbuat dari jamur mycellium. Bermula dari keinginan untuk memproduksi material yang lebih ramah terhadap lingkungan serta melihat kondisi pasar fashion yang saat ini sudah mulai mencari material yang terbarukan, MYCL kini telah memenuhi kebutuhan material mentah 278 pelanggannya yang tersebar di 58 negara.

“Selama 2 tahun kebelakang total ada 278 lead costumer yang berasal dari 58 negara di Asia, Asia Pasifik, US dan Eropa. MYCL dimulai karena kita melihat terjadi shifting besar-besaran di end consumer. Saat ini mereka mulai mencari material yang sustainability first, yang membuat permintaan atas material yang terbarukan meningkat. Hal ini dilatarbelakangi oleh data dari Global Fashion Agenda yang menyebutkan bahwa tiap tahunnya fashion industry itu menghasilkan emisi sebesar 21 miliar karbon dioksida. 38 persen emisi itu berasal dari produksi material”, tutur Adi Reza, CEO dan Co-Founder MYCL.



Membawa misi sosial dan Lingkungan

Di samping melihat pasar saat ini yang sedang beralih ke material yang lebih sustainable, MYCL membawa misi tersendiri bagi lingkungan. Menurut Adi, material berbahan vegan lebih ramah lingkungan dari segi proses pembuatan dibandingkan dengan material dari hewan. Dalam proses pembuatan, animal leather menghabiskan lebih banyak konsumsi air dan membutuhkan lahan yang sangat besar untuk peternakan sapi. Selain itu, proses pembuatan animal leather juga berpotensi menghasilkan lebih banyak metan yang berasal dari sendawa sapi. “Dengan beralih ke vegan material melalui kulit dari jamur ini, tidak perlu lagi ada animal killing. Kita juga bisa menghemat air sampai 77.500 liter. Lahan yang digunakan untuk bertani jamur juga lebih efisien dan bisa dilakukan dimana saja karena kita melakukan vertical farming” tutur adi.

Tidak hanya ketika proses pembuatannya, material kulit dari jamur produksi MYCL juga lebih ramah lingkungan saat sudah menjadi produk dan tidak lagi digunakan. Ketika sudah tidak dipakai, kulit dari jamur ini lebih mudah untuk terurai dan bisa tergregadasi hingga 100 persen ketika di kubur di tanah. Berbeda dengan kulit dari plastik yang membutuhkan waktu hingga ratusan tahun.

Selain ingin membuat dampak bagi lingkungan, MYCL juga memberikan dampak bagi sosial melalui pemberdayaan komunitas lokal. MYCL bekerja sama dengan 2 kelompok tani dengan total 200 petani dalam proses produksinya. “Kita memiliki fasilitas di sebuah Desa yang terletak di Bandung yang mempekerjakan warga sekitar. Saat ini kita bekerja sama dengan kelompok tani dengan total 200 petani, 50 persennya perempuan. Multiplier effect-nya sampai 600 orang termasuk keluarga petani” tutur Adi.

Para petani ini diberikan upah diatas rata-rata sekitar dan diberikan asuransi kesehatan. Kelompok tani yang bekerja sama dengan MYCL juga diberikan pengetahuan finansial dan cara menabung untuk masa depan mereka.

MYCL selalu mengedepankan impact dalam bisnisnya. Menurut Adi Reza penting sekali untuk mengintegrasikan impact ke dalam core business. Jadi ketika bisnis itu naik, impact-nya juga ikut naik. Setiap 6 bulan sekali, MYCL selalu menghitung dampak yang diberikan melalui impact measurement. “Ada 3 topik yang dihitung untuk impact measurement. Pertama, terkait sales yaitu yang berhubungan dengan costumer. Kita measure costumer mulai dari yang small medium hingga big brand. Kita juga informasikan kepada mereka mengenai dampak yang mereka berikan kepada lingkungan ketika mereka menggunakan kulit dari jamur, seperti emisi karbon yang berkurang serta air yang terhemat. Kedua terkait lingkungan, yaitu berupa emisi yang terbuang, air yang terpakai serta limbah yang terpakai dan terbuang. Ketiga, kita measure juga secara workforce, kita cek berapa jumlah pegawai perempuan, berapa kita bisa menyerap tenaga lokal dari sekitar fasilitas produksi dan berapa kenaikan upah yang mereka dapatkan selama bekerja di kita. Ketika kita punya impact measurement berarti kita tidak hanya mikirin tentang profit”, ucap Adi.


MYCL sebagai B Corp Certified


Ketika hendak bekerja sama dengan brand yang sangat concern mengenai impact, MYCL perlu memenuhi code of conduct yang diberlakukan oleh brand tersebut, seperti “mengapa produk kalian sustainable?” “apa yang menjadikan produk kalian sustainable?” “apa impact kalian?” “bagaimana kalian treat pekerja kalian?”. Untuk memenuhi itu semua diperlukan proses pengecekan yang lebih terstruktur. Menurut Adi, B Corp membantu untuk melakukan assessment tersebut. Selain itu, pengecekan melalui B Corp dapat diakses secara gratis dan sertifikasinya masih sangat affordable untuk perusahaan kecil.

“Saat itu prosesnya cukup simple. Pertama Self assessment dulu di B lab, jadi kita ke B lab website, terus isi self assessment-nya kemudian keluar skornya. Skor awal biasanya lebih tinggi, waktu itu saya 90 atau diatas 90. Tapi kemudian ada reviewer yang memvalidasi apakah benar ini data-datanya. Mereka akan comment di semua poin-poin yang udah kita isi. Kemudian dia adjust lagi scoring-nya, biasanya scoring-nya itu turun, kita kalau ga salah turun jadi angka 70. Terus reviewer-nya bilang bahwa kita bisa improve angka penilaiannya asal kalian bisa mengkonfirmasi beberapa poin dari penilaian ini. MYCL kemudian mencoba konfirmasi dengan menambahkan data, baru kemudian kita bisa naik poin ke 80. Yang biasanya lama adalah tidak adanya data untuk mengkonfirmasi, itu menjadi challenge. Tapi karena kita udah ada datanya jadi lebih cepet. Reviewnya dilakukan secara virtual, hal ini menjadikan Kelebihan B corp yaitu gaada pengecekan ke lapangan, hanya provide data, tapi tentunya datanya harus dapat dipertanggung jawabkan.” Tutur Adi ketika menjelaskan mengenai proses Sertifikasi MYCL oleh B Lab.

Dengan menjadi B Corp Certified, kredibilitas sebuah perusahaan dapat meningkat. Sertifikasi B Corp menjadi communication tools bagi MYCL ketika hendak bekerja sama dengan brand. “Buat kita perusahaan yang lokasinya di Indonesia dengan klien yang lokasi yang berada di luar Indonesia, B Corp menjembatani itu semua karena klien kita cukup familiar dan aware dengan B Corp” tutur Adi.

Adi Reza berharap makin banyak B Corp Certified di Indonesia. Adi menilai masih jarang yang menjadikan impact sebagai core business padahal mungkin perusahaan tersebut memiliki impact.

“Dengan menggunakan bisnis yang punya impact, kita bisa punya untung dan bisa ngasih benefit ke orang-orang. Ini adalah model yang sangat sustain menurut aku untuk kedepan. Indonesia butuh banyak banget perusahaan yang fokus pada ESG (lingkungan, sosial dan Governance)”, - Adi Reza, CEO & Co-Founder MYCL.
198 tampilan0 komentar
bottom of page